| 9 komentar ]

Baca koran, niatnya untuk iseng, malah bikin kepala jadi pusing. Bukan karena berita-beritanya, tentang BBM atau juga politik. Yang memusingkan justru kata-katanya yang kelewat canggih dan intelek sehingga selalu nyangkut di tenggorokan. Misalnya dalam sebuah berita ekonomi, muncul kata-kata macam fluktuasi, urgensi, restrukrisasi, dekonsiliasi dan macam-macam lagi “sisi” lain yang sulit dicerna, mungkin kata-kata itu sengaja di munculkan agar koran yang bersangkutan dipandang lebih bonafid, lebih intelek dan lebih memiliki kredibilitas (kata apalagi itu?) disbanding koran-koran lain. Tapi apalah arti semua itu kalau beritanya justru sulit dicerna? Kenapa nggak menggunakan saja kata-kata yang lebih sederhana, yang ke Indonesia-indonesian, dan bukan yang ke inggris-inggrisan? Siapa coba yang sudi membaca koran sambil membolak-balik kamus?

Memang kecenderungan kalau kita ini mulai menyukai apapun yang berbau inggris. Mulai dari parfum, fashion, sampai pola pikir kita pun terkadang mengekori negeri mantan kolonial itu. Padahal apa sih istimewa inggris?

Orang inggris memang terkenal memiliki rasa kasih sayang yang tinggi kepada binatang. Mereka tidak sungkan-sungkan jika harus tidur sebantal dengan anjing. Anjing-anjing disini pasti ngiri melihat anjing-anjing di inggris disuapi makanan yang harganya jauh lebih mahal dibanding makanan para gembel. Sayangnya, perlakuan yang sama tidak berlaku bagi orang afrika. Orang yang berbeda kulit itu nasibnya jauh lebih buruk dibanding anjing.

“orang kulit putih jauh lebih mulia dibandingkan orang kulit hitam. Karena itu wajar saja jika kami perlakukan mereka seperti budak, kerbau, atau kuda untuk memenuhi kebutuhan kami.” Begitu kata apartheid. Dan Nelson Mandela pun berang. Dan apartheid pun mati. Bukan karena kebaik-hatian inggris, tapi karena tandukan “kerbau”.


Ingris, Amerika, dan “Barat” saat ini memang seperti “dewa” yang harus di puja, di sembah. Yang jika Negara berkembang lewat di depannya meski bungkuk-bungkuk badan. Sebagai “dewa” tentu saja makanan, pakaian, dan gaya hidup mereka pasti baik dan benar. Sehingga orang Indonesia, tak perlu lagi menyaring atau menimbang-nimbang, karena apa yang cocok buat mereka pastilah cocok juga buat kita, apa yang bagus buat mereka bagus pula buat kita. Nggak heran jika toko-toko pizza, hamburger, ayam goreng Kentucky menjamur baik di pusat maupun disudut-sudut kota. Nggak heran pula kalau nasib tempe atau tahu tak pernah berpindah dari warung-warung tegal. Tak peduli apakah menu barat itu mengadung kolesterol, karena kolesterol itu satu soal dan gengsi itu soal lain.

Gengsi, ya, agaknya itulah yang membuat kita membebek pada pola tingkah orang barat. Free sex, drugs, busana tipis minimalis atau baju ketat yang mirip karung beras yang penuh itu mulai bersahabat dengan kawan-kawan kita. Dan sadar atau tidak, semua itu menjadikan kita seperti sebatang rumput ayng tercabut dari akarnya. Kita juga lupa kalau kita pun punya budaya sendiri, punya nilai dan moral sendiri. Seburuknya-buruknya budaya kita, itulah yang seharusnya kita pertahankan.

9 komentar

Anonim mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 04.56

setojo...
marilah kita kaji dan rajut kembali akar-akar budaya dan bangsa kita,... semuanya masih ada, mekipun banyak yang secara tidak sadar telah dicuri atau dibarterkan dengan modernitas yang telah mencengkeram, dan memabokkan...
mari kita jaga dan bangun persada ini sebisa dan semampu kita, dan harus kita ingat bahwa penghormatan dari bangsa lain hanyalah basa-basi belaka....

Anonim mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 04.57

Weits...

PERTAMAXXXX

Anonim mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 05.08

"Ingris, Amerika, dan “Barat” saat ini memang seperti “dewa” yang harus di puja, di sembah. Yang jika Negara berkembang lewat di depannya meski bungkuk-bungkuk badan. Sebagai “dewa” tentu saja makanan, pakaian, dan gaya hidup mereka pasti baik dan benar"

lalu kenapa kita mau bungkuk2 jalan di depan mereka? jangan2 kita yg bermental budak...wakakakak. makanya kita perlu berani dan percaya diri. contoh aja malaysia dg mahathir yg berani menentang barat. tapi lihat juga dong kemajuan malaysia, dia percaya diri krn negaranya maju, pemerintahannya jauh lebih bersih dibanding indonesia

kalo kita mo keluar jadi pemenang "melawan" negara2 barat itu, harus dimulai dr lingkungan internal dulu. politisi kita udah kompeten gak...calegnya gimana...hahahah...jangan2 bisanya cuma rebutan kursi empuk itu aja. selagi pemerintahan kita masih korup, negara ini akan jalan ditempat dan kita akan tetap jadi budak negara2 maju (bukan hanya barat lo...timur juga soalnya produk jepang dan china juga sudah menjajah indonesia. ingat itu! barat dan timur kini menjajah Indonesia)

Senoaji mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 08.19

menurutku belajar sejarah, sadar potensi dan kekuatan, bahwa negara kita punya apapun, sampai 'pelacur2' globalisasi dan investasi, seperti presiden kita semuanya lah, salut deh buat negari ini[wekcuhhh]

tabiek
senoaji

Cebong Ipiet mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 08.19

Misalnya dalam sebuah berita ekonomi, muncul kata-kata macam fluktuasi, urgensi, restrukrisasi, dekonsiliasi dan macam-macam lagi “sisi” lain yang sulit dicerna, mungkin kata-kata itu sengaja di munculkan agar koran yang bersangkutan dipandang lebih bonafid, lebih intelek dan lebih memiliki kredibilitas (kata apalagi itu?)
-----------------------------------------------
ah nggak juga...
umumnya hanya kata kata yg sulit dicari padanannya dalam bahasa indonesia...
jika di bahasa indonesiakan akan menjadi lebih dari satu kata...
saya hanya melihat itu sebagai perbendaharaan kata saja
mau saya nyebut inflasi, deflasi, resesi, tetap saja saya orang Indonesia bukan :D

Cebong Ipiet mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 08.23

Free sex, drugs, busana tipis minimalis atau baju ketat yang mirip karung beras yang penuh itu mulai bersahabat dengan kawan-kawan kita.
---------------------------------------------
nah nah nah...kok ituh posting pke bahasa ke inggris inggrisan, kenapa g ditulis nafsu birahi bebas, obat obatan terlarang

xxiixixixix
--------------------------------------------

smg bisa di bedakan antara ilmu pengetahuan dengan konsep pemikiran dan moral

Anonim mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 13.44

seandainya hari ini Gandhi tinggal di indonesia. pasti dia sudah duduk di depan pintu penyedia penganan francise itu. sambil mogok makan disana.....

Anonim mengatakan... @ 22 Januari 2009 pukul 16.35

tidak salah korannya juga sih, abis bahasa indonesianya gak ikut berkembang. yang berkembang mereduksi penggunaan istilah2 asing malah di bidang IT dibanding bidang lain.

David Pangemanan mengatakan... @ 20 April 2009 pukul 19.40

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675

Posting Komentar