| 8 komentar ]

Debu, panas, dan macet adalah pemandangan sehari-hari kota ini. Kota yang konon menjadi impian masyarakat desa, oleh para seniman justru dijadikan ajang bulan-bulanan dan bahan kritikan. Tentu ini bukan sekedar omong kosong. Sebab ada yang bilang kalau keadaan masyarakat suatu daerah itu bisa dilihat dari karya-karya seni tidak hanya berfungsi sebagai entertain, tapi juga cermin. Nah , kalau karya-karya seni yang dilahirkan “miring” bisa disimpulkan kalau keadaan Jakarta itu sebenarnya juga “miring”. Sebab menurut beberapa seniman, karya seni itu lahir karena adanya realita yang di transfer dalam bentuk seni.

Slank misalnya, dalam sebuah lagunya mengatakan kalau Jakarta itu kota yang penuh srigala. Sementara iwan fals, dalam lagunya yang berjudul Jakarta lebih ekstrem lagi, ia bilang kalau Jakarta itu kota yang pincang. Berikut penggalan liriknya…

…gedung-gedung tinggi mewah angkuh bikin iri, gubuk-gubuk liar yang resah di pinggir kali, terlihat jelas kepincangan kota ini, tangis bocah lapar bangunkanku dari mimpi malam, lihat dan dengarlah riuh lagu dalam pesta, diatas dari kita mereka masih bisa tertawa, memang ku akui kejamnya kota Jakarta, namun yang kusaksikan lebih parah dari yang kusangka…


Banyak dan banyak lagi musisi lain yang berbicara tentang Jakarta. Kalau kawan sering naik angkot, kawan pasti pernah dengar seorang pengamen menyanyikan lagu yang kira-kira liriknya begini…

Siapa suruh datang ke Jakarta, siapa suruh datang ke Jakarta…
Atau kawan juga pernah melihat film lama yang berjudul “Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota”. Begitulah seniman memang sangat peka terhadap gejala sosial yang terjadi. Tidak hanya seniman musik, tapi juga seniman-seniman lain. Kalau kawan pernah mengikuti pameran fotografi tentang Jakarta, hampir semua yang dipajang adalah potret suram kota Jakarta. Dari kawasan kumuh dipinggir Ciliwung sampai potret seorang anak tanpa baju yang terlelap diteras di sebuah took.

Begitu juga ekspresi pelukis tentang Jakarta. Dapat dipastikan kalau ilustrasi yang timbul dikanvas mereka tak jauh dari kawasan kumuh dengan jemuran yang selalu melilit dan anak-anak kecil yang sedang bermain ditempat yang becek, atau seorang ibu yang gendong anaknya disisi sebuah gubuk yang kecil background gedung megah dan mewah.

Ya, itulah Jakarta dimata seniman, Jakarta yang penuh srigala, Jakarta yang pincang, Jakarta yang kumuh, Jakarta yang kejam… Jakarta yang …

oh Jakarta…
si kaya bertambah gila dengan harta kekayaannya,
sedang luka si miskin semakin manganga….

Jakarta..oh …Jakarta….
Kau tampar siapa saja sudaraku yang lemah,
manjakan mereka yang hidup dalam kemewahan.

8 komentar

Anonim mengatakan... @ 29 Januari 2009 pukul 03.49

ke jakarta aku kan kembaliiii...

kata kosples mas...

kekekek

Anonim mengatakan... @ 29 Januari 2009 pukul 07.31

ku tunggu kau di jakarta.... [sheila on 7] jrennggg... kota dengan sejuta muka berbeda coreng

tabiek
senoaji

Anonim mengatakan... @ 29 Januari 2009 pukul 11.06

jakarta itu candradimuka nya indonesia, kalo lulus, selamat deh !

Anonim mengatakan... @ 29 Januari 2009 pukul 15.19

Ibu Kota tak sekejam ibu tiri. Tapi, walopun kejam, Jakarta selalu terlihat seksi. Makanya, banyak kumbang kampung yang selalu tertarik menikmati keseksiannya.

Diana Yusuf mengatakan... @ 29 Januari 2009 pukul 17.15

wah kedua lagunya yang di contohkan itu kesukaan aku kang

Cangkang mengatakan... @ 30 Januari 2009 pukul 08.27

Hehehehe berarti termasuk aku yah, urban juga nih..dari kampung.

YKS-SELAKSAMAKNA mengatakan... @ 31 Januari 2009 pukul 17.04

sebenernya jakarta tak menarik, tapi dipaksakan untuk menarik, gimana tidak lha semuaanya dibangun di jakarta, kenapa gak dimana-mana, ak dah bikin usaha di kampung, tapi ngurus surat harus ke jakarta..

adimulya20 mengatakan... @ 6 Agustus 2009 pukul 10.16

sebenarnya daerah2 di Indonesia secara budaya, dll, tuh sedang dijajah oleh jakarta, bagaimana tidak!!!!

Posting Komentar