| 13 komentar ]

Dulu sekali, ketika TVRI masih satu-satunya stasiun televisi di negeri ini, tidak banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya di depan televisi. Mereka lebih senang berkeliaran di lapangan bola, main mobil-mobilan di lapangan, atau bernyanyi-nyanyi kecil di bawah sinar purnama (oh indahnya). Mereka bermain bersama-sama, tertawa, dan tidak jarang pula bertengkar. Keadaan sudah berubah kini, sudah lain sama sekali. Saat ini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, entah itu menonton film atau bermain playstation. Petak umpat, galasin, tok kadal, dan permainan anak-anak lainnya kini mulai hilang (khusus di Jakarta, saya tidak tahu di kota sahabat lainnya), mulai jarang ditemukan lagi (bahkan mungkin sudah punah). Semuanya telah tergantikan dengan permainan teknologi canggih yang tentunya lebih mengasyikkan.

Teknologi memang tak ubahnya seperti gerimis yang muntah begitu saja dari langit. Tak seorangpun bisa menahannya. Aneka produk permainan, mulai dari Nintendo, playstation, x-box, hingga game-game PC merebak dipasaran. Semuanya menggiurkan dan tentunya mengasyikan. Namun dampak dari game-game tersebut rupanya banyak dikhawatirkan orang. Terutama pengaruh game tersebut pada perkembangan psikologis anak.

Banyak orang tua yang mengeluhkan anak mereka yang sering lupa waktu. Kalau sudah main playstation. Mereka jadi sulit perintah, sulit disuruh dan selalu menunda-nunda tugas sekolah. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya berduaan dengan televisi dan playstation saja. Sehingga mereka akan tumbuh menjadi makhluk-makhluk individualis yang jarang bermain keluar dan bersosial dengan anak-anak lainnya. Tidak hanya itu, sikap merekapun jadi kaku, tidak licah, dan “klemat-klemot”. Kalau diibaratkan ayam, mereka seperti ayam ras atau ayam negeri yang manja dan bukan lagi seperti ayam kampung, yang walaupun agak kotor, namun lincah dan tanggap.

Anak-anak seharusnya memang dibiarkan bermain bebas bersama kawan-kawannya. Karena dengan begitu mereka akan belajar bersosialisasi, beradaptasi, dan belajar memahami bahwa di luar sana banyak sekali perbedaan yang harus mereka terima. Juga agar mereka menyadari bahwa hidup tidaklah sesempit ruang kamar dan layar televisi. Tidak hanya itu, mereka juga harus belajar untuk bekerja sama dengan kawan-kawannya.

Memang game-game berteknologi tinggi itu tidak selamanya berdampak buruk. Yang saya pikirkan adalah semakin banyak jiwa-jiwa sosial yang terkikis. Apalagi game-game tersebut banyak diantaranya yang berbau sadis (sadisme) dan darah (darahisme). Dan kita pun sama-sama tersenyum aneh ketika melihat wajah adik-adik kecil kita yang berseri-seri ketika berhasil memenangkan permaian dengan membunuh sang musuh. Setidaknya game itu mengajarkan kepada mereka, tidak ada pilihan kompromi atau berdamai selain membunuh untuk menuju kemenanganya. Dan ini , dalam waktu yang panjang, akan memberikan dampak psikologis yang sangat buruk bagi mereka.

email : suarabersama@gmail.com

13 komentar

Senoaji mengatakan... @ 23 Januari 2009 pukul 18.09

yup setuju bro... pendidikan memang yang paling utama, buat anak, cuman emang kudu kretif cara mendidik, anak bersikap seperti itu karena kejenuhan, dan kejenuhan dengan pola2 pendidikan yang konfensional, mendorong mereka untuk mencari alternatif sendiri untuk mencari keasyikkan2

tabiek
senoaji

Anonim mengatakan... @ 23 Januari 2009 pukul 20.19

kalo di daerah casual cutie sih yg paling bertahan cm maen layangan

Diana Yusuf mengatakan... @ 23 Januari 2009 pukul 20.39

ioke aku setuuuuuujuuuuu dengan mu teman, itu adalah hak mereka

Anonim mengatakan... @ 23 Januari 2009 pukul 21.22

betul sekali, kawan! seperti kertas putih yg kosong, kita yg harus lebih kreatif melukiskan apa diatasnya, mengarahkan supaya anak2 kita tidak terlena racun TV dan sejenisnya.

Cebong Ipiet mengatakan... @ 23 Januari 2009 pukul 22.54

nurut ama pendapat kang belly (nurut ama yg udah pny anak)

Anonim mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 02.45

kalo saya terserah anak-anak deh, sekolah juga nggak ada gunanya..., mending latihan perang malah besok ada gunanya,... contohnya di mumbai tuh, gimana kalo tiba-tiba ada hal kayak gitu,... latihan sembunyi adalah hal yang baek...

kekekeke... (pis)

KESEDERHANAAN mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 04.59

olahraga harus digalakan....
pengurus olah raga harus orang olahraga...
jangan pejabat, korupsi lagi...

Anonim mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 08.32

Persoalan yang sama yg saya hadapi dgn anak-anak saya ini pak. Waktu liburan semester (SD) kemaren, sebagian besar waktu dihabiskan anak saya utk bermain pe-es. Apalagi juga kebetulan anak saya itu di sunat, jadi gak bisa kemana-mana ... dan satu rumah repot ngurus burung dia aja.

Anonim mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 13.23

jangankan anak-anak, orangtua saja bisa kecanduan PS, untung perumahan saya dekat sawah sehingga kalo pas libur bisa ajak anak-anak 'berpetualang' (istilah anak-anak saya), berpanas-panas, main lumpur. Tapi sampai kapan ya sawah itu tetap ada?

admin mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 20.35

@ Senoaji
makasih bang masukannya... ^^
@ casual cutie
disini juga masih ada kalo layang-layang, apalagi kalo musim kemarau (tapi kapan ya musim kemarau dah lupa (global warning)).... hehehe
@ Harry Seenthings
saya setuju juga kang..
@ belly wijaya
benar bang...
@ Cebong Ipiet
benar nurut aja yang sama punya anak... (padahal disini semua bujang lapuk..wakkkkk).. sok tahu aja nulis soal anak..wokkk
@ suryaden
kalo latihan perang saya mau daftar bang, mau jadi barisan berani mati... hee
@ KESEDERHANAAN
benar sekali bang... pejabat kebanyakkan pada cari objekkan... wokekkk
@ deden
anak nya hebat bang, malah disini ada yang blom disunat (teman kosan).. sttttt...
@ sibaho
jadi ingat lagunya bang iwan fals bang "UJUNG ASPAL PONDOK GEDE"......

awie mengatakan... @ 24 Januari 2009 pukul 20.49

jdi teringat masa kecil nich;orang tua sekarang malah cenderung kurang memperhatikan masalah apa ayng akan berdampak pada anak kalo anak ber main ps taunya mereka hanya membahagiakan anak wealah opo to ki

Anonim mengatakan... @ 25 Januari 2009 pukul 04.03

pengalamanku saat kecil
main di hutan
berenang di sungai
menjerat burung
mencari biji karet di hutan
main sepeda keliling kampung
nangkap ikan di sungai
dan semua itu tidak akan terlupakan.

Anonim mengatakan... @ 26 Januari 2009 pukul 13.25

ada satu lg mas, namanya maen dengkleng, maen karet & maen ibu ibu an. he he he

Posting Komentar