| 0 komentar ]

Oleh Harry Kawilarang

Sejak awal abad 20 sudah muncul berbagai gerakan di kalangan pelajar pribumi. Umumnya bersifat primordial/sektarian. Boedi-Oetomo didirikan para tabib Jawa untuk kepentingan perbaikan taraf hidup masyarakat Jawa. Sarekat Islam didirikan kelompok pedagang Islam menghadapi pedagang China dan Belanda. Sampai menjelang 28 Oktober 1928 organisasi itu belum ke arah harmonisasi dan asimilasi multi etnik sebagai satu bangsa.

Proses pendidikan yang dikembangkan pemerintah kolonial membaurkan masing-masing turunan etnis pribumi. Pembauran itu berjalan beriringan dengan proses kebangkitan politik yang ditandai kelahiran Indische Partij pada 6 September 1912 oleh Douwes Dekker bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiganya adalah pemuka tiga organisasi berbeda.

Dr Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (Danudirdjo Setiabudhi) dari Insulinde partij, memperjuangkan emansipasi turunan Belanda dan Indo dari perlakuan diskriminasi ”Belanda Totok”. Ia keponakan Eduard Douwes Dekker (Multatuli), pengarang buku terkenal ”Max Havelaar” yang meng-isahkan penindasan atas masyarakat pribumi masa kultur stelsel.

Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dari Boedi-Oetomo tebal dengan premordialisme Jawa, sedang Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara) pendiri sekolah Taman Siswa. Masing-masing melepaskan diri dari ketertutupan dan mulai mengembangkan masyarakat pluralistik.

Terminologi Indonesia

Pada mulanya istilah Indier (orang Hindia) digunakan sebagai sebutan bagi mereka yang berasal dari Hindia Timur. Istilah ini digunakan Dr Douwes Dekker. Didirikannya Indische Partij oleh Douwes Dekker diilhami revolusi kaum mestizo (turunan Filipina-Spanyol) oleh Aguinaldo di Filipina di akhir abad 19. Cita-cita Douwes Dekker adalah memperjuangkan kemerdekaan di bawah kepemimpinan turunan Indo bersama orang-orang Jawa berpendidikan.

Tujuan utama partai ini mewujudkan identitas masyarakat bangsa multi etnis yang terdiri dari pribumi, Indo, China dan siapapun yang merasa bagian dari masyarakat di kepulauan nusantara. Profesor Bob Elson, penulis buku ”The history of the idea of Indonesia” mengatakan istilah Indonesia berasal dari peneliti sosial George Samuel Windsor Earl pada tulisan, ”On the leading characteristics of the Papuan, Australian, and Malayu-Polynesian nation”, ”Journal of the Indian Atrchipelago and Eastern Asia 4” (1850).

Windsor Earl mulanya menyebut ”Indu-nesians” yang menerangkan penduduk kepulauan nusantara termasuk ciri etnografis yang merupakan bagian dari rumpun Polinesia yang berkulit sawo matang. Windsor Earl mempermasalahkan bahwa penduduk di kepulauan nusantara ini tidak dapat disamakan dengan penghuni kepulauan Ceylon (kini Sri Lanka), Maldives atau Laccadives di Samudera Hindia dari ras India.

Sarjana Inggris James Richardson Logan menyebut gugusan nusantara ini kepulauan Hindia Timur, karena sebagian besar dari penghuninya ras Melayu yang kemudian berbaur dengan ras Polinesia. Logan, orang pertama yang menyebut ”Indonesia” bagi penghuni/ wilayah gugusan nusantara secara geografis. Antropolog Prancis, E.T. Hamy pada 1877 mendefinisikan kata ”Indonesia” sebagai rumpun pre-Melayu yang menghuni nusantara. Pendapat ini juga diikuti antropolog Inggris, A H Keane pada 1880.

Makna Politis

Sebutan Indonesia juga diperkenalkan Adolf Bastian, etnolog Jerman dalam bukunya ”Indonesien die Inseln des Malayischen Archipel” (1884-94). Kata Indonesia mulai digunakan 1910-an oleh antropolog Belanda seperti Wilken, Kern, Snouck Hurgronje, Kruyt, dll. Semuanya dengan makna untuk mempelajari Indonesia ketika didirikan Fakultas Indologi di Universitas Leiden, Belanda.

Terminologi Indonesia kemudian diberi makna politis oleh Abdul Rivai, Kartini, Abdul Moeis, Soewardi Soeryaningrat, Douwes Dekker, Cipto Mangoenkoesoemo, Ratulangie (1903-1913). Nama Indonesia mulai santer, namun dengan bobot politis yang sama dengan Hindia, di kalangan mahasiswa asal Indonesia di Leiden semasa Perang Dunia I.

Sam Ratulangie yang juga termasuk dalam kelompok peduli Indonesia di Belanda giat mempopulerkan nama Indonesia. Misalnya ketika mendirikan perusahaan asuransi di Bandung dengan nama, Indonesia pada 1925. Nama Indonesia menjadi kebanggaan dan sebagai perangkat identitas bangsa yang terdiri dari masyarakat majemuk. Hasilnya, Indische Vereeniging, berubah menjadi Perhimpunan Pelajar Indonesia pada 1918.

Partai Komunis Hindia Timur yang didirikan tahun 1919 menjadi Partai Komunis Indonesia pada 1924. Juga berdiri Partai Nasional Indonesia 4 Juli 1927. Terminologi ini berkembang dan menjadi nama bangsa. Pergerakan nasional Indonesia kemudian mengikrarkannya dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Harry Kawilarang, mantan wartawan Sinar Harapan

0 komentar

Posting Komentar