| 0 komentar ]

Seni memang tak pernah lepas dari ide dan kreativitas. Semakin lihai ide tersebut diolah semakin vantastik pula hasilnya. Begitu juga dengan musik. Untuk menciptakan sebuah lagu tidak cukup hanya dengan ide-ide, tapi juga dibutuhkan dentuhan-sentuhan kreatif supaya hasilnya Wah !. Lain hal kalau ide tersebut ditujukan untuk komersilkan, asal enak di dengar, gampang dihafal, dan sesuai selera pasar, dapat dipastika lagu tersebut akan mengeruk keuntungan. Karena itulah banyak musisi yang tergelincir dalam lagu-lagu komersil, sehingga merekapun kehilangan idealisme musiknya. Padahal seorang seniman dikenal karena karyanya yang khas, karena idealismenya yang kuat. Lihat saja Basuki Abdullah dengan lukisan abstraknya, Eric Clapton dengan british bluesnya, ataupun Om Putu Wijaya dengan kalimat-kalimat yang singkat namun “nakal”.

Disini memang sulit mempertahankan idealisme, apalagi idealisme musik. Selain karena konsumen musiknya yang angin-anginan, produsernya sendiripun banyak yang memaksa kehendak. Sehingga para musisi pun menghadapi dua pilihan yang sulit : tetap di jalur idealisme dengan resiko nggak laku atau mengikuti trend dengan mengorbankan idealisme?

Karena pilihan begitu mengerikan, musisi pun kemudian banyak yang berpaling dari musik yang diusung sebelumnya. Nggak heran pula kalau mereka pun terlihat aneh saat membawakan musik barunya, karena fans mereka tidak mudah menerima begitu saja perubahan grup yang dipujanya.

Dan nggak heran kalau diantara mereka banyak yang berkata, “kok dari rock n roll ke R&B?”, atau ,”kok dari alternative ke pop?” dan banyak lagi kok-kok lainya yang semuanya itu bisa membelokkan rasa simpati menjadi antipati terhadap grup yang dipujanya.

Memang trend musik saat ini begitu cepat berganti, dari era punk ke alternetif, dari alternative ke ska, ataupun dari ska ke indie, semua berlaku begitu cepat. Lihat saja beberapa tahun silam, band-band ska bermunculan. Namun ketika musik ska mulai surut, para musisi skapun dihadapkan pada dua opsi : tetap berska ria atau mengganti ‘kostum’ biar tetap eksis?

Entah kenapa perubahan musik saat ini begitu cepat. Padahal jika ditilik kemusik berikutnya lumayan lama. Coba aja tengok era 60-70an, dan bahkan diawal-awal 80an dimana rock n roll mendominasi warna musik saat itu. Dari zaman Rolling Stones, Led Zeplin, Aerosmith, hingga zamannya Guns N’ Rosses.

Bukan, bukan karena saat itu belum banyak aliran musik, tapi idealisme yang ditawarkan musisi-musisi saat itu memang sukses menanamkan akar-akar rock ‘n roll disetiap pendengar musik. Sehingga ketika saat ini tersiar desas-desus akan bangkitnya kembali musik rock n roll, banyak musisi lain pun ketar-ketir. Karena siapapun tahu, rock n roll bukanlah musik trend yang saat ini booming lalu esok hilang tanpa bekas. Rock n roll adalah idealisme yang dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menggesarnya dengan idealisme musik baru. Dari rock n roll pula lahir musisi-musisi besar yang akan tetap besar sampai kapanpun. Siapa yang bisa menggantikan sosok Elvis Presley?, siapa bisa menggesr kebesaran Mick Jegger?, atau siapa yang bisa melupakan pukulan drumnya John Bonham? So, jika saat ini rock n roll benar-benar kembali, bukan mustahil semua akan tergusur.

0 komentar

Posting Komentar