| 3 komentar ]

“itu hanyalah suatu celah sepele diantara dua paha… sungguh ia ilusi, segala rahasia seks yang kamu bayangkan itu Cuma ruang kosong… tak ada apa-apa didalamnya, sama sekali tidak ada apa-apa…”

Begitu kata Henry Miller. Namun benarkah tak ada apa-apa diantara celah dua paha? Benarkah celah itu merupakan hal sepele? Tentu saja tidak. Lalu ada apa didalam celah tersebut? Banyak, banyak sekali : ada kesucian, moral , dan bahkan uang! Uang? Ya, uang !.

Pernah heboh kasus pornografi yang heboh beberapa waktu lalu? Itu hanya secuil bayangan dari komersialisme seks. Eksploitasi seks di film-film, media esek-esek, dan internet, semua berujung pada uang. So, nggak usah geleng-geleng kepala kalau menyebut seks sebagai The Kingdom Of The World.

Maka ‘wajarlah’ kalau apapun yang berbau seks begitu diminati. Meski aktivis kesehatan begitu gigih mensosialisasikan HIV. Karena produsen kondom pun sama gigihnya. Asal ‘tidak’ bocor, seks pasti safe dari HIV. Walhasil, aktifitas seks pun terjadi dimana-mana, mulai dari warung remang-remang dipinggir jalan sampai di glamournya kamar hotel berbintang. “silahkan bergulat diatas ranjang, tapi jangan lupa pakai ‘pengaman’ !” begitu kira-kira pesan produsen kondom.

“memang zaman sudah edan !” celetuk teman menanggapi hal diatas. Bukan Cuma teman saya, tapi banyak juga oran-orang lain dengan komentar yang sama. Padahal yang edan itu bukan zamannya, tapi orang-orangnya. Manusia memang pandai mencari kambing hitam. Zaman itukan Cuma proses waktu, kok tega-teganya dikambing hitamkan. Lagian kambing yang hitam sendiri nggak sebinal tingkah manusia. Dari dulu yang namanya kambing ya sudah puas dengan rumput, mereka nggak akan mau berpaling ke pizza atau keju. Sekali rumput ya rumput. Emangnya manusia , sudah punya pasangan tapi masih saja milirik tetangga. Nggak heran kalau perselingkuhan begitu marak, nggak heran pula kalau tempat-tempat prostitusi tak pernah sepi, lagi-lagi nggak heran kalau film kamasutra laris manis. Nggak percaya?

Kembali ke masalah seks. Tentang seks yang dikomersialkan, yang terus di eksploitasikan, harusnya menjadi perhatian kita bersama. Karena ini bukan sekedar masalah moral atau dosa, bukan pula soal baik dan buruk, hitam atau putih, tapi lebih dari itu. Komersialisme seks dan segala eksploaitasi dan eksploirasinya merupakan tinta hitam yang akan mencemarkan kebudayaan. Masalahnya, ikhlaskah kita mewariskan kebudayaan yang penuh penyimpangan seks kepada adik-adik atau anak-anak kita kelak? Relakah kita jika nanti mendapati kondom di dalam tas-tas meraka? Atau adakah kegetiran dihati kecil ketika melihat penjual VCD tersenyum puas sambil menghitung laba dari film-film porno yang telah terjual?

Mungkin ada baiknya jika kita sama-sama lebih memaknai sebuah lagu dari Iwan Fals
Gali-gongli anak rembulan,
Lahir dari belaian ribuan bapak,
Besar dari bibir yang iklankan tubuh mulus ibunya…

3 komentar

Anonim mengatakan... @ 15 Oktober 2008 pukul 20.04

"Emang zaman udah edan, kalau tdk ngedan tdk kebagian !", kata Mbah ane.

WK wek wk wk wk wk wk wk wk !

Anonim mengatakan... @ 17 Oktober 2008 pukul 21.40

setuju bangettt...emng jaman udah edann

sex itu emng bangak peminatnya ...
dari yg muda ampe yg tua hehehe

Anonim mengatakan... @ 30 Desember 2009 pukul 01.55

setuju mang dudunk juga

Posting Komentar