| 1 komentar ]

Oleh John Towell

Karl Marx adalah anak seorang pendeta Kristen di Jerman, yang dikenal secara luas sebagai seorang filsuf (akhli pikir) dan sekaligus ekonom (akhli ekonomi). Filsuf atau akhli filsafat saat itu sering disebut akhli pikir, karena melalui pemikiran²nya (sekarang research) banyak dilahirkan teori² baru yang sebelumnya tidak ada. Filsuf jaman sekarang bisa belajar dari buku² yang ditulis filsuf sebelumnya yang dengan mudah bisa ditemukan di toko² buku. Jaman dulu, buku merupakan barang mahal dan hanya dimiliki orang² tertentu saja.

Karya Marx yang terkenal adalah hasil pemikirannya dalam bidang ekonomi politik yang merupakan hasil pengamatan dari kehidupan ekonomi di sekelilingnya. Hasil pemikiran Marx ini, kemudian ditulisnya dalam sebuah buku yang kemudian menghebohkan dunia, yaitu “Das Kapital”. Apa yang ditulis Marx dalam Das Kapital tsb sarat dengan kritik terhadap sistem ekonomi politik yang berlaku saat itu yang banyak menyengsarakan rakyat, dan sekaligus memperkenalkan gagasan² Marx yang diyakininya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jerman waktu itu.

Secara garis besar, intinya Das Kapital membahas kesewanang-wenangan pemilik “kapital” yang diamatinya, yang menguasai perekonomian masyarakat secara

se-mena² dan tidak adil. Buruh yang bekerja pada pemilik kapital tsb dibayar dengan upah yang tidak cukup untuk hidup secara layak, sebaliknya pemilik kapital hidup secara berlebih-lebihan dan bertindak sewenang-wenang terhadap buruhnya. Di situ Marx melontarkan gagasan, bahwa untuk melindungi masyarakat / buruh dari tindakan sewenang-wenang, perekonomian harus dikuasai negara. Gagasan ini lebih populer sebagai menghapuskan perbedaan kelas. Pemikiran ekonomi Marx ini merupakan tandingan terhadap teori ekonomi yang bertumpu pada pasar bebas dan persaingan sempurna.

Dalam buku tsb Marx juga menunjukkan ketidak setujuannya melihat ketidak adilan yang dilakukan oleh tokoh² agama yang cenderung membohongi umatnya yang waktu itu relatif bodoh, agar menerima kesewenang-wenangan pemilik kapital sebagai nasib yang telah ditetapkan “dari atas”. Mark melontarkan ucapannya yang terkenal : “agama adalah candu bagi masyarakat”. Perlu diingat, kondisi saat itu jauh berbeda dengan kondisi saat ini, dimana umat suatu agama bisa berpikir bebas. Saat itu umat yang berani menentang tokoh agama dianggap murtad dengan sanksi yang berat, padahal yang ditentang hanya “sabda pendeta” yang ngawur, bukan ajaran agamanya.

Buku Marx, Das Kaiptal, akhirnya menjadi buku ekonomi penting pada masanya yang merobah sistem perekonomian dunia yang dibahas oleh berbagai pihak dan kemudian melahirkan berbagai variant sistem ekonomi. Beberapa negara mengadopsi gagasan ekonomi Marx secara terbatas sebagai suatu konsep baru, dikombinaskan dengan sistem ekonomi politik yang sudah ada. Sistem kenegaraan ini kemudian kita kenal sebagai negara beraliran sosialis (bukan negara komunis), seperti Perancis, Singapore, Taiwan, dsb.

Ciri sederhana dari negara beraliran sosialis ini, tidak ada pemilik modal raksasa yang mampu menguasai perekonomian negara tsb secara significant. Apa yang tercantum dalam pasal 33 UUD 45, juga merupakan cerminan dari salah satu variant sosialisme tsb. Beberapa negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis liberal, yang semula memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada pemilik “kapital” untuk berbuat apa saja, sejak munculnya paham sosialisme tsb mulai dibatasi ruang geraknya, termasuk di Amerika. Misalnya pembatasan pemilik modal untuk memasuki sektor ekonomi tertentu, perbaikan fasilitas bagi pekerja, peraturan perburuhan, dsb.

Di pihak lain, gagasan Marx tsb, dikembangkan juga lebih lanjut oleh beberapa orang akhli politik dengan arah yang lain, di mana paham ini kemudian dikenal sebagai komunisme, yang berbeda dengan paham sosialisme di atas. Lenin di Rusia mengembangkan gagasan ini sebagai alternatif untuk mengatur negaranya, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Tsar yang sewenang-wenang, di mana rakyatnya hidup sengsara dan diperlakukan tidak adil. Pemikiran Lenin ini kemudian dikenal sebagai Leninisme.

Melihat kesuksesan Lenin di Rusia, beberapa tokoh di negara lain mencoba mengikuti dan mengembangkannya lebih lanjut sesuai dengan kondisi negaranya. Mao Ze Dong semula mencoba menerapkan komunisme ala Lenin di RRT, namun ternyata situasi dan kondisinya tidak cocok. Selanjutnya Mao mencoba mengembangkan sendiri sistem komunis tsb di RRT, yang kemudian dikenal sebagai Maoisme yang berbeda dengan Leninisme, apalagi dengan sistem komunis di RRT saat ini yang nyaris tidak berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis.

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini hanya ngin memberikan informasi tentang apa sebenarnya Marxisme tsb, sehubungan dengan heboh dibubarkannya suatu diskusi tentang Marxisme di Bandung belum lama ini. Pemikiran Marx ini di beberapa universitas negeri, khususnya bagi Program Doctor (S3) dibahas secara terbatas dalam mata kuliah Filsafat Ilmu atau Ekonomi Macro tingkat Advance, bahkan pada masa Orde Baru sekalipun. Apakah setelah mempelajari dan mengerti pemikiran Marx, semua mahasiswa S3 berubah menjadi simpatisan komunisme? Rasanya terlalu jauh.

1 komentar

Anonim mengatakan... @ 5 Maret 2009 pukul 01.09

singkat tapi bisa di mengerti,terima kasih atas penjelasannya

Posting Komentar