Bangsa Indonesia akan selalu mengingat lagu Genjer-genjer sebagai lagu yang mungkin menakutkan pada jamannya. Sebelum tahun 1965 lagu ini begitu ‘populer’. Tetapi ironisnya, popular karena menjadi satu-satunya lagu yang sangat diharamkan oleh pemerintahan orde baru.
Alasan pemerintahan orde baru melarang secara massive lagu ini adalah karena lagu ini ditenggarai memuat ajaran komunis. Jika ditelaah dari lirik lagu Genjer-genjer sendiri, sebenarnya sama sekali tidak mencerminkan ajaran komunis, tetapi lebih kepada ajaran agar masyarakat bersikap mandiri dan kreatif dalam menghadapi kesusahan hidup.
Berikut lirik lagu Genjer-genjer.
Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Emake thole teka-teka mbubuti gendjer
Oleh satenong mungkur sedot sing tolah-tolih
Gendjer-gendjer saiki wis digawa mulih.
Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar
didjejer-djejer diunting pada didasar
dudjejer-djejer diunting pada didasar
emake djebeng tuku gendjer wadahi etas
gendjer-gendjer saiki arep diolah.
Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob
setengah mateng dientas digawe iwak
setengah mateng dientas digawe iwak
sega sa piring sambel penjel ndok ngamben
gendjer-gendjer dipangan musuhe sega.
Arti Bahasa Indonesia :
Genjer2 tumbuh liar di selokan
Ibu datang mencabut genjer
Dapat sekarung lebih tanpa ragu
Genjer sekarang bisa dibawa pulang
Genjer pagi2 dibawa ke pasar
Dijajar dan dibeberkan di lantai
Si Ibu beli genjer ditaruh di tas
Genjer2 sekarang akan diolah
Genjer2 dimasukkan ke panci air panas
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal di tempat tidur
Genjer2 dimakan dengan nasi
Sejarah Singkat
Tidak banyak yang bisa memastikan kenapa alasan Muhammad Arief, sehingga menciptakan lagu tersebut. Tetapi situasi social pada saat itu yang mungkin menjadi inspirasi bagi Muhammad Arief, seorang seniman asal Banyuwangi, menciptakan lagu tersebut. Karena sebelum pendudukan tentara Jepang pada tahun 1942, wilayah Kabupaten Banyuwangi termasuk wilayah yang secara ekonomi tak kekurangan. Apalagi ditunjang dengan kondisi alamnya yang subur. Namun saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada tahun 1942, kondisi Banyuwangi sebagai wilayah yang surplus makanan berubah sebaliknya. Karena begitu kurangnya bahan makanan, sampai-sampai masyarakat harus mengolah daun genjer (limnocharis flava) di sungai yang sebelumnya oleh masyarakat dianggap sebagai tanaman pengganggu.
Tergambarkan oleh M Arif bahwa akibat kolonialisasi, masyarakat Banyuwangi hidup dalam kondisi kemiskinan yang luar biasa sehingga harus makan daun genjer. Kisah itu tampak dalam sebait lagu genjer-genjer di atas.
Seperti yang dikutip dari berbagai sumber. Dalam perjalan waktu, Muhammad Arief sebagai pencipta lagu genjer-genjer bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang memiliki hubungan ideologis dengan Partai Komunis Indonesia. Maka lagu ini pun segera menjadi lagu popular pada masa itu, bahkan dalam pernyataannya kepada penulis, Haji Andang CY seniman sekaligus teman akrab M Arief di Lekra serta Hasnan Singodimayan, sesepuh seniman Banyuwangi menyebutkan bahwa lagu genjer-genjer menjadi lagu populer di era tahun 1960-an, di mana Bing Slamet dan Lilis Suryani penyanyi beken waktu itu juga gemar menyanyikannya dan sempat masuk piringan hitam.
Kedekatan lagu Genjer-genjer dengan tokoh-tokoh Lekra dan komunis memang tak dapat dipungkiri. Bahkan dalam sebuah perjalanan menuju Denpasar, Bali pada tahun 1962, Njoto seorang seniman Lekra dan juga tokoh PKI sangat kesengsem dengan lagu Genjer-genjer. Waktu itu Njoto memang singgah di Banyuwangi dan oleh seniman Lekra diberikan suguhan lagu Genjer-genjer. Tatkala mendengarkan lagu Genjer-genjer itu, naluri musikalitas Njoto segera berbicara. Ia segera memprediksikan bahwa lagu Genjer-genjer akan segera meluas dan menjadi lagu nasional. Ucapan Njoto segera menjadi kenyataan, tatkala lagu Genjer-genjer menjadi lagu hits yang berulang kali ditayangkan oleh TVRI dan diputar di RRI (Lihat Jurnal Srinthil Vol. 3 tahun 2003).
Fobia Tidak Logis Terhadap Genjer-genjer
Pelarangan lagu Genjer-genjer sebenarnya sangat tidak beralasan, padahal jika disadari Genjer-genjer juga salah satu produk budaya. Tetapi karena Politik Pukul Rata yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru, maka seluruh produk yang dilahirkan atau terkait dengan orang-orang komunis haram hukumnya dan patut dihabisi.
Beberapa stereotype lagu Genjer-genjer menjadi lagu komunis disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, seperti yang diketahui, sejarah lagu Genjer-genjer berkembang dan dikreasikan oleh kalangan komunis di masanya, walaupun masyarakat luas yang tidak komunis pun sangat menyukai lagu tersebut. Dan factor lanjutannya adalah, ketika peristiwa G 30 S tahun 1965 meledak, Harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) menjadikan lagu Genjer-genjer sebagai media kritik, hal ini dilakukan dengan memplesetkan lagu Genjer-genjer menjadi Jendral-jendral. Seperti yang dikutip dari catatan pribadi Hasan Singodimayan, seniman HSBI, menuliskan lagu plesetan Jendral-jendral tersebut.
Jendral Jendral Nyang ibukota pating keleler
Emake Gerwani, teko teko nyuliki jendral
Oleh sak truk, mungkir sedot sing toleh-toleh
Jendral Jendral saiki wes dicekeli
Jendral Jendral isuk-isuk pada disiksa
Dijejer ditaleni dan dipelosoro
Emake Gerwani, teko kabeh milu ngersoyo
Jendral Jendral maju terus dipateni
Mungkin karena plesetan lirik tersebutlah, yang menjadi satu-satunya alasan tunggal yang memperkuat Orde Baru untuk menghancurkan lagu tersebut.
Semoga pada perkembangan bangsa Indonesia kedepan tidak ada lagi suatu produk budaya yang diharamkan oleh pemerintah. Karena produk budaya adalah produk budaya, tidak bisa dikaitkan dengan perkembangan suatu ideology atau pergerakan terlarang seperti yang terjadi pada PKI yang diharamkan oleh pemerintah orde baru pada saat itu.
[11/03/2008 04:36:00 AM
|
4
komentar
]
4 komentar
walah .. walah
^^
hehe..menarik bos.., sebuah artikel pembuka sejarah..
apabila ulang taon TNI lagu itu ada koq, dinyanyiin pake drum band..mungkin lagu itu skarang dah ga dilarang lagi di NKRI.
PKI makin bisa mengembangkan budaya melalui lagu tradisional karena pki sangat dekat dengan kebudayaan dinegeri ini tanpa budaya luar atau asing,sebagai alat politiknya menggunakan kebudayaan berbagai daerah dan menganyang prooduk budaya luar,yang dipertanyakan kok pki bisa mengembangkan,menjaga,mempertahankan budaya negeri ini,mengapa setelah revolusi selesai budaya kita diambil oleh negara lain, mana jiwa pancasilais masa kalah oleh komunisme yang anti budaya barat walaupun nyawa taruhannya?
Posting Komentar